Pages

I am Scared

I am scared because
You were my first everything
My first time
My first love
My first heartbreak.

You were my best friend,
My lover
My favorite what-if
Hell
You were the fucking blood in my veins for what felt like forever

I keep wishing to forget you
But I am scared
How one day my kids are going to ask me
What it's like to be in love
For the first time

And your face will pop into my head
I am scared
I will never escape this
No matter how much people say time heals

-Phospheous-
0

The Stress Awakens?

Akhir-akhir ini sering banget ngeliat postingan foto dibawah yang dipajang di Timeline LINE.


I think the universe is somehow conspire against me.
Or just it simply want to remind me that, I've wasted one year of my life so that I have to work harder now?

No, that one year I spent was never wasted. I learned a lot. Even though if someone ever asked me, "do you regret your decision to start over from the beginning at where you are now?" Honestly, I would never be able to answer the question.

Sometimes I wish I keep continue my study there. But there are times when I am being gratefull being able to study at the place which many still believe as the best place to study Economy in the country.

But this time at my life...when just this morning, two of my high school friends sent me a link and ask me to fill a questionnaire for their thesis research. When a bunch of my friends struggling with KTTA, when most of them post the exact same picture at my timeline, when they feel the stress at the sixth semester (trust me, I feel "stress" here in every exams)

I just feel a little.....backward? Just look at me now. Achieve-less, had nothing to be proud of, still making my way out of the fourth semester.

Not only wasting a year off, I also graduate with a diploma degree instead of a bachelor degree. It really ruins my timeline plan and used to bother me sooo much. But I've learn to let it go and try to do my plan one step at a time.

Every time I was worried about my future or when I start to seem regreting my decision, my father always remind me that this is just only a matter of time and which thing we prioritize. Most of my friends pursue a bachelor degree to find work while I am here,-if everything runs smoothly-have to work so that I can continue my study. Eventually, me and my friends will reach the same stage of life. Maybe not the same-at least we all have both education and job.

Speaking of which, I am already on the fifth week of the semester. As always, no uts vibe felt yet. No urge to study harder (hiks) maybe because I feel the pressure is not as hard as last semester even though everyone say that this is the highlight of my college years? I don't know.

Anyhoo, I really hope that I could make a redemption this semester. Last semester was a shame and I shall not make the same mistakes.




Wish me luck!-



Sandya

0

Once Upon A Time, I Feel Pretty

(((DISCLAIMER: this post contains a lot of narsistic content)))

Jadi kemarin abis liat artikel di Twitter, kurang lebih bunyinya begini:

Dikira Nikah karena Jalani Upacara Melukat, Nikita Willy Beda Agama dengan Pacar.

1. Judul artikel diatas gak nyambung banget asli. I don't study journalism so I don't know whether this is how they do business- but really, dua kalimat diatas ga ada relevansinya sama sekali. Mungkin judul yang lebih suitable bisa "Dikira nikah karena jalani upacara agama, NW memutuskan no comment" atau "Tidak mau ambil pusing, NW beda agama dengan pacar" (ok guys I know I am suck but dats not the point ok)
2. That article really tickled me. Jelas lah ga lama kemudian gue langsung memulai rambling rant di twitter yang which I know pointless, tapi lumayan buat ngeluarin tai di pikiran. Daripada ditahan jadi ambeien tho?

Kesensitivan gue masalah perbedaagamaan ini muncul karena sebuah background story. Gue abis didatangi oleh seseorang dari masa lalu yang dulu (sampe sekarang sih) membuat gue sangat percaya kalo religion has nothing to do with love. Satu statement yang gue sering katakan ke adik gue adalah, "Putus karena beda agama itu nonsense. Kalo udah tau perbedaan agama itu bakal jadi masalah, kenapa masih dilanjutin sampe pacaran?"

Setelah minggu lalu gue dichat sama-ehem, sebut saja si sassy- gue jadi membuat skenario A-Z tentang apa yang sebenernya terjadi, kenapa dia ngechat gue, kemungkinan apa yang bakal terjadi, dan bagaimana gue harus bertindak terkait dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut. I know right! I pulled typical Sandya-overthinking. Padahal nothing happend. Bukannya gue sendiri yang selalu pengen temenan sama orang yang pernah memimpikan satu atap yang sama, walaupun gagal? Bukannya gue sendiri pernah bilang kalo gue cukup dijadikan teman asalkan hubungan kita baik-baik aja? Then why do I crave for more? Manusia~

Couple days later I talked to my mom. Seperti biasa gue ceritain semua yang ada dipikiran dan perasaan gue: gimana gue sekarang jadi berharap; gimana gue sebenernya takut untuk berharap karena sekalinya gue mikir ada chance even only 0.00000001%, gue bakal tetep kekeuh dan percaya there will be a miracle; gimana gue sekarang gak mau make a move just because I am not ready and I am afraid to do the same mistakes I've done.

Intinya, kalo gue mau balikan sama dia, I have to be fully-armoured. No mistakes gaps, no third chance. I blew this, then I am done. Dan gue ngerasa belum siap untuk itu semua.

I learned the hard way that you should love when you're ready. I know you've heard such cliché before, tapi itu bener. Gue ngerasa sekarang lagi gak siap aja. Recently gue abis dikecewakan, lalu belakangan ini entah kenapa gue kalo deket sama orang bawaannya ga percayaan (kayanya sih dari dulu Sand) dan bawaannya pengen main-main aja. Gue juga ngerasa sekarang bukan waktunya buat pacaran. Hell, gue bosen pacaran. Gue juga pernah bilang sama si Sassy-entah dia inget apa engga- kalo gue mau dia jadi pacar terakhir gue. Meaning that, kalopun gue ga sama dia, at least the next person I'll be married to ga bakal merasakan fase pacaran sama gue. Buat apa juga? Nambah dosa aja (alasan)

Itulah kenapa gue selalu bilang kalo gue ga nyari pacar; gue carinya calon suami.

"Terus Sand, gimana caranya dapet suami kalo ga pacaran?"

.....*exhales heavily* please don't get me started....

Karena imajinasi gue yang sangat liar, baru dichat basa-basi sekali doang gue udah mulai mikirin lagi dong gimana kalo pada akhirnya gue sama dia. Gue mikir gimana caranya cheating sama govt policy tentang nikah beda agama tanpa gue atau dia harus pindah agama. Ya. Gue masih seegois itu. Pasti kalian heran kan kenapa gue pengen nikah muda. Bahkan mungkin kalian mikir, "ni bocah tau apaan sih"

Gue sendiri udah bilang sama mama dan minta maaf kalopun akhirnya jadi (yha imajinasi gue emang sangat liar guys), gue minta maaf karena egois dan mementingkan perasaan sendiri diatas perasaan keluarga dan leluhur. Sebenernya gue tipe orang yang percaya banget sama leluhur. Entah kenapa gue merasa Tuhan gue ga bakal marah kalo gue nikah beda agama just because duh, Tuhan kan satu; tapi engga sama leluhur. Gue ngerasa durhaka banget dan gue sejujurnya takut ga dapet blessing in my life ahead kalo sampe gue durhaka sama leluhur. Ribet yha? Yha gt d~

Intinya sih sebenernya gue ga pernah tersirat sedikitpun buat pindah agama. I've seen a couple of my friends ' parents having different religions. Ada yang berhasil dan ada juga yang engga. Hey, bukannya begitu juga dengan pernikahan dengan agama yang sama?

Lalu tiba-tiba universe mengirimi gue sign. Diawali dengan pengen ganti foto Whatsapp, sampailah gue pada foto dibawah.


Call me narcissistic, tapi gue merasa cantik disitu. Bukannya apa, gue ngerasa gue cantik karena pake kebaya. Gue sadar, gue masih pengen sembahyang pake kebaya. Okelah kebaya itu baju nasional, tapi bukan itu maksudnya. Gue diingatkan kalo gue itu paling cantik kalo lagi pake kebaya-kalo lagi mau sembahyang. Universe is telling me that I should hold onto my religion till the day I die. 

Bukan. Saya bukan seorang fanatik. Saya juga sadar bahwa agama yang sekarang saya anut itu berasal dari orangtua saya. Tapi apa salahnya? Saya merasa so-called "agama orang tua saya" memberi saya kenyamanan dan ajarannya adalah hal yang saya selalu yakini benar dalam hidup saya.

Itulah kenapa kalau pada akhirnya nanti saya bersama dengan orang yang memiliki keyakinan berbeda-siapapun orangnya-saya tidak akan pernah memaksa dia meyakini apa yang saya yakini sekarang. Kalau dia memang yakin dengan agama saya, biarlah dia memilih karena perasaan dan keyakinannya sendiri, bukan karena cintanya kepada saya. Karena cinta saya bisa berkurang, tapi cinta Tuhan kepada dia tidak akan pernah berkurang. #PREACHHHH #SANDYARELIGIUS2016 lol

Walaupun gue bisa preaching sebagus tadi, gue tau ibadah gue masih sangat jauh dari sempurna. Biarlah dosa dan ibadah itu gue simpan sendiri ya, tapi gue selalu berusaha menjadi lebih baik setiap harinya dan gue selalu percaya percikan Tuhan yang paling kecil yang ada dalam Atman gue itu bakal selalu melindungi.

Ini rant sebebenernya cuma mau pamer foto doang sih. It's not instagram worthy tapi gue pikir pantas buat dipost. Jadi gue ngarang-ngarang cerita aja.
Lol
Kesel ga?

Enggak kok, semua yang diatas bener. Doain gue yang lagi otw memantaskan diri ini ya. Semoga bisa menjadi wanita kebanggaan keluarga dan negara (ini literally loh)

Titip sepenggal lirik buat si Sassy ya.

I wonder what would happened if we went back and put up a fight
Cause once upon a time you were my everything
It's clear to see that time doesn't change a thing...




Wish me luck-


Sandya

0

For Those Who Found Someone to Share Silence With

Jadi sebenernya jam 8an tadi gue buka laptop dan mencoba menulis skin care routine gue karena gue bertekad untuk mengurangi post yang menye menye just because I kinda sad looking at myself and it clearly potrayed certain images which probably I am not (or am I?)

Tapi akhirnya tadi jam 9 gue nyerah, karena terdistraksi handphone yang berujung akhirnya gue youtube-an. Akhirnya berhubung besok gue berencana untuk pergi pagi-pagi, jadilah gue menutup laptop untuk segera pergi ke alam mimpi.

Entah kenapa, gue juga lupa banget barusan abis mikir apa. Tapi tiba-tiba gue mikir...

Pernah ga sih lo ketemu orang yang get your silence and easily blend with it?

Susah juga ngebahasa Indonesia-in... Udah di-Inggris-in aja gue yakin pasti banyak yang ga ngerti.
Hmm... Gimana yah?

Pernah ga sih kalian ketemu orang yang bisa kalian ajak diem berjam-jam tapi dia bisa mengerti arti kediaman itu dab speak through the silence?

Buset makin ngawang aja omongan gue. Gimana speak kalo lagi silence dah..

Ketemu orang yang bisa diajak ngobrolin apa aja, kata gue mah gampang. Tapi ketemu orang yang ngerti sama diem kalian? Mungkin kalian ga ngerti karena belum pernah ngalamin. Unfortunately, I have.

Kenapa gue bilang unfortunate? Percayalah, saat kalian menemukan orang itu, s/he is the best chance to be the person you wanna spend your friggin whole life with. Unfortunate buat gue karena, I once found him, tapi sepertinya semesta tempat kami tinggal ini tidak mengijinkan kami untuk bersatu.
Gue bukan orang yang percaya sama alternate universe, tapi gue berharap, di semesta paralel itu, atau yang menurut kepercayaan gue, di kehidupan selanjutnya jalan kami ga cuma berpapasan, tapi bisa menjadi satu.

Sebagai hopeless romantic, typical dream daily date gue itu ya simple: pergi ke coffeeshop sambil baca buku. Mungkin kalian bakal bilang, "kalo kaya gitu mah lebih enak sendiri!"
At first, iya. By the time you've done it the zillionth time, you'll feel lonely eventually. Pada akhirnya gue ngerasa butuh ada seseorang yang gue sayang buat menemani gue melakukan apa yang gue suka. Ga masalah kalo nantinya gue mesti nemenin dia nonton bola yang-eventhough I'm pretty boyish, tapi it's the only boy thing yang gue sama sekali ga suka. I won't pretend I'll like it either. But believe me, I'll be next to you the entire game.

I just like the idea doing our favorite things together.

Being with somebody doesn't mean you have to exactly be like them, right? Kalo mau yang sama, kenapa gak pacaran sama diri sendiri aja?

Gue pernah ketemu 2 cowo yang mau nemenin ke coffeeshop. Satu orang (katakanlah gue geer abis) suka sama gue tapi gue dengan clear menunjukkan hal yang sebaliknya. Dia mau nemenin gue ke coffeeshop dan memaksa beli kopi padahal gue tau, dia gak suka kopi. Dia mau nungguin gue baca novel tapi sambil diliatin. Lah kan gue risih (harusnya romantis sih, but dohmer-dabler theory much eh?). Lagian gue juga tau, kalo gue ga bawa novel, kita ga bakal ngobrol. Bisa sih, but at some point, the convo will end with me being angry with something that he said. Really. Being with him was the unhealtiest so-called-relationship that I've ever had!

Satu lagi kebalikannya. Gue ga pernah nyoba bawa novel sih kalo pergi sama dia. Simply because I know, 8-9 hours will passed with us talking about pretty much anything. Nongkrong sampe mas/mbanya matiin lampu? Udah biasa! Kadang gue pengen juga gitu, ngopi sambil baca novel tapi disaat gue udah bosen, gue ngobrol sama dia. Atau disaat gue punya sudden thought tentang isi novelnya, gue bisa langsung share ke dia. Tapi ga bisa, waktu buat ngobrol aja tuh ga cukup kalo sama orang ini. Sekalian juga mau ngetes, ada ga sih orang yang gue bisa nyaman diem-dieman selain sama "dia"?

Well... Should I even mentioned his name?

He is the love of my life. Sepertinya akhir akhir ini alam bawah sadar gue sering banget mikirin dia. Kapan hari kayanya gue mimpiin dia, tapi ga tau juga sih. The kind of dream that you forgot one second it ends. Sebelum upload foto juga gue keinget foto terakhir yang dia upload beserta captionnya. Kaya....recently I've been missing him without I even know.

Anyway, dia itu dulu bisa nemenin gue belajar mtk selama berjam-jam tanpa protes. Dia juga bisa nemenin gue ngobrol berjam-jam. Dia udah tau setiap jam 9 malam gue ga bakal bisa diganggu karena lagi nonton Hannah Montana. Dia bisa duduk disebelah gue nungguin gue baca novel biarpun ga diwaro (which he knows the best kalo gue udah baca novem beuuuh, gempa juga ga kerasa). And....I know this is shoo cheesy....tapi gue tau kok dengan ngeliat mata gue aja dia bisa tau gue lagi kenapa. Vice versa.

Sekarang coba kasi tau gue, gimana caranya move on dari jenis yang begini...

Dia itu pretty much the reason I did everything on my life. Gue rajin belajar biar ga kalah sama dia. Gue sempat ga mau potong rambut bertahun-tahun karena dia suka cewe yang rambutnya panjang. (Don't get me started with diet) (fun fact: gue pernah kurus pas lagi pacaran sama dia-kelas 8-9 gitu). Gue masuk Forsma dan akhirnya ga masuk Unpad karena pengen jauh dari dia. Setiap hal yang gue lakuin bakal berujung ke pertanyaan yang sama:

"Dia bangga gak ya sama gue?"

Might be funny, or ridiculus, your call. Tapi gue lebih peduli pikiran dia daripada ortu gue....? I know it sounds dumb, shallow, pathetic, etc etc. But I've gained my parent's love already, right? Besides, I know they will be proud of me despite everything💕

Gue juga ga ngerti. Kadang gue ngerasa udah move on, kadang gue menemukan diri gue tiba-tiba keinget sama dia. Parahnya, belakangan gue sering halu menghayal gimana kalo akhirnya dia kembali. Bisakah gue maafin dia? Bisakah gue bertahan untuk tidak menerima dia kembali?

Kadang gue sebel. Disaat orang seumur gue dulu masih main bekel, gue udah jatuh cinta. Bukan cinta monyet jing, cinta beneran yang ga bisa move on bahkan sampe udah mau lulus kuliah. Kelar banget gak sih idup gue?

Nama dia sebenernya udah gak pernah lagi ada di doa gue selama setahun lebih belakangan. Tapi malam ini gue mau berdoa buat dia; semoga urusan skripsinya lancar dan bisa menjadi parent's pride biarpun gue tau he already has, semoga dia sehat dan selamat di rantauan sana, semoga dia bisa move on dari si itu-walaupun ga kembali sama gue juga, tapi yang penting dia bahagia.

Disaat gue tadi nanya, have you ever found someone who can understand your silence?
Percayalah, gue harap kalian segera menemukan dan disaat kalian ketemu...




Don't ever let go.
0

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com